Minggu, 30 November 2008

Kisah Perjalanan Diah Marsidi


Judul Buku : Sekali Merengkuh Dayung
Penulis : Diah Marsidi
Penerbit : Kompas
Cetakan : Kesatu/2004
Tebal : xxiv + 325 halaman
Kami memutuskan untuk bermalam di hutan. Sudah sebelas jam kami berjalan naik turun gunung nyaris tanpa henti. Matahari menjelang terbenam dan kami masih jauh dari pemukiman. Jalan menurun, gunung yang curam dan sangat licin karena hujan tak memungkinkan kami untuk melanjutkan perjalanan dalam gelap.
Sepenggal cerita di atas merupakan pembukaan yang Saya cuplik dari kisah perjalanan Diah Marsidi saat ia sedang dalam perjalanan menuju Aroanop di pedalaman Papua. Namun bukan itu saja. Sevilla, Macchu Picchu, Uffici, Sante Fe, Firenze dan kota-kota indah lainnya serta pengalaman unik yang berbeda menghiasi tiap kisah perjalanannya dan dituangkan dengan apik di buku ini sehingga menarik untuk diikuti.
Rintangan yang muncul silih berganti, kendala bahasa dan adat istiadat, belum lagi beratnya medan yang harus ia tempuh selalu mengiringi setiap jejak langkahnya menjelajah pelosok-pelosok daerah di seluruh dunia. Namun hal seperti itu tak kan menyulutkan kobaran semangat untuk memuaskan rasa ingin tahun wanita yang dilahirkan dan dibesarkan di Jakarta ini. Tampaknya alam telah mengusik dan membangkitkan jiwa petualangnya sedari kecil. Diah Marsidi mulai mengenal kegembiraan bepergian saat berkunjung ke rumah kakek-neneknya di sebuah desa di jawa timur. Sesulang berkapal di Sungai Mahakam tahun 1998, ia mulai menyadari bahwa berbagi cerita mengenai perjalanannya sama menyenangkannya, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk menulis buku kumpulan kisah perjalanannya ini.
Banyak hal yang menarik yang kita temui dari buku ini. Buku ini lebih mengedepankan berbagai pengalaman yang mungkin terjadi dalam satu perjalanan. Dari perjalanan diah Marsidi kita bisa mengenal orang-orang yang berlainan bahasa, budaya, adat istiadat, yang tinggal di negeri-negeri dengan bermacam perbedaan yang sangat krusial, mengenai iklim, sistem dalam kehidupan maupun kerasnya medan perjalanan yang ditempuh. Ia lebih senang berinteraksi sosial dengan masyarakat daerah yang dikunjunginya. Mungkin hal itulah yang menyebabkan tempat-tempat yang dikunjunginya pun bukan tempat-tempat yang namanya telah tersohor kemana-mana dan menjadi tujuan utama bagi para turis untuk melancong. Semua ini berbeda dengan kebiasaan banyak orang yang memanfaatkan perjalanan ke suatu tempat hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya terhadap suatu obyek mati dan terkadang menghamburkan banyak uang. Kekurangan dari buku ini adalah cerita-cerita perjalanannya yang terlalu singkat sehingga kita kurang puas karena terkadang kisahnya terpotong begitu saja dan berganti ke daerah tujuan baru tanpa ada akhir yang jelas. Ceritanya pun tidak runtut.
Setelah membaca buku ini Saya menyadari bahwa suatu perjalanan itu bukan hanya terfokus pada keindahan tempat yang dikunjungi, tetapi juga kita harus mengenal lingkungan sekitarnya sehingga selain memperluas cakrawala pengetahuan kita, kita juga memperluas cakrawala pemikiran dan indra kita untuk lebih mengenal tingkah laku sosial masyarakat di seluruh dunia.